Minggu, 27 Desember 2015

pernikahan ideologis

Sebuah pernikahan pasti memiliki tujuan untuk berbahagia dan kesuksesan yang ingin diraih bersama. Tapi bagi sepasang mukmin dan mukminat, pernikahan mereka berdua harus memiliki spektrum yang luas. Yang menjangkau hingga ke akhirat. Bahagia mereka harus bahagia yang sejati. Sukses keduanya bukan hanya  duniawi. Bahagia itu bila bisa bersama sampai ke syurgaNya dan sukses itu kala seluruh anggota keluarga selamat dari api neraka.

Di tengah zaman yang renta dan sarat kerusakan. Di saat semakin banyak pasangan yang hanya bisa bertahan seumur jagung mengarungi bahtera rumah tangga, tak dipungkiri godaan di era digital memang semakin besar.
Tapi sejarah sesungguhnya telah memberi ibrah untuk dipetik hikmahnya.
Berangkatlah menikah dengan mentransformasi niat sesuai tujuan mulia.

Seperti Allah swt firmankan dalam surat Adz Dzariyat ayat 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Maka langkah kaki sepasang suami istri yang liLlah akan senantiasa dalam kerangka ibadah.

Sang Imam yang Visioner

Suami yang penuh tanggung jawab berazzam dan berikhtiar agar sang ratu bisa beribadah dengan khusyuk di rumah. Maka dia sendiri memaksimalkan ikhtiarnya agar sang ratu nyaman di dalam singgasananya. Dia bersiap, mengumpulkan pundi-pundi sebisanya hingga bila paceklik tiba bahkan dalam 7 tahun ke depan pun, dia berupaya seperti Nabiyullah Yusuf as. Yang siap menghadapinya.

Sang imam juga belajar memahami gejolak hati istrinya menghadapi kesibukan di rumah yang tak ada habisnya dan sikap para balita yang seringkali menguji kesabarannya. Dia adopsi sikap Umar ra., saat menghadapi keluh kesah istrinya itu. Mendengar dengan sabar.

Sang Ratu yang Pembelajar

Untuk berbahagia sang ratu bisa tetap berada dekat dengan putra putrinya. Dia maksimalkan fasilitas yang telah disediakan untuk menambah wawasan dan pengetahuannya. Dia aktualisasikan dirinya dengan mentransformasi cita-cita jangka pendeknya kuliah s2 ke luar negeri -misalnya- dengan mengutamakan kualitas iman dan ilmu putra putrinya. Dia berbangga karena gelarnya sekolah tinggi justru bisa membuatnya lebih baik mendidik dan mengantarkan anak-anaknya menjadi hamba Allah yang bertaqwa.
Dia juga tetap mengasah kemampuannya agar mampu membantu sesama dan aktif berdakwah meski di dalam rumah.

Pernikahan ideologis bukan saling memenjarakan. Bukan saling menyulitkan.
Tapi sebaliknya dengan ideologi yang sama, cita yang sama, langkah kaki menjadi seirama. Seumpama dua sayap, keduanya mengepak ke angkasa demi tujuan mulia. Karena asa yang sama, mendarat ke syurga.

Agustus, 2015
#latepost

Tidak ada komentar:

Posting Komentar